Kenapa Guru Harus Memiliki Blog?
Sebenarnya tidak harus, tetapi dengan memiliki blog, seorang guru akan memiliki kesempatan untuk bisa melakukan lebih banyak hal lagi dalam memenuhi kewajibannya. Lho kok bisa? Sini yuk sharing.
Sebelum membaca lebih lanjut, perkenalkan nama saya Guritno Adi dan di kelas saya lebih sering dipanggil dengan sebutan Pak Adi. Saya pikir itu ide yang bagus, ketika seorang guru punya nama panggilan yang simpel dan pendek, karena memudahkan siswa untuk mengingat dan memanggil mereka dengan benar, alih-alih salah menyebutkan nama karena nama yang terlalu rumit.
Mengajar dan Menulis Blog
Saya sudah mulai mengajar sejak di bangku kuliah. Seingat saya, waktu itu semester 3 dan saya tiba-tiba merasa butuh uang tambahan.
Sebagai mahasiswa pendidikan, maka jalan yang paling benar dalam mendapatkan uang adalah dengan mengajar.
Saat itu kurikulum merdeka belum ada dan bahkan kurikulum 2013 belum lahir. Sekolah-sekolah masih berkutat pada KTSP atau kurikulum yang lebih lama, yakni KBK alias Kurikulum Berbasis Kompetensi. Terdengar cukup old school, bukan?
Akhirnya dari seorang teman saya mendapat tahu kalau ada sebuah sekolah dasar negeri yang membutuhkan guru Bahasa Inggris. Sayapun langsung gas ke sana. Dengan hanya modal keberanian (seingat saya bahkan surat lamaran saja tidak bawa), saya menghadap bu Kepala Sekolah.
Saya lupa nama beliau, tetapi beliau orang yang sudah cukup sepuh, kalem dan terpancar aura bijaksana dari wajahnya. Tanpa banyak diskusi, saya mulai jadi guru di sana. Itu di tahun 2008 dan saya baru semester 3.
Saya tidak lama mengajar di sana dan hanya mengajar dua hari dalam seminggu. Saya lebih sering menghabiskan waktu dengan main atau berorganisasi selain tentu saja kuliah. Itulah yang membuat saya mempertimbangkan untuk tidak memasukkan hal tersebut di portofolio mengajar saya.
Sejak mengajar di depan kelas, saya punya banyak sekali hal untuk dibagikan. Rasa grogi yang luar biasa harus berbicara di depan anak-anak, menyusun materi sampai larut malam, mengerjakan hal-hal yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan profesi sebagai guru Bahasa Inggris tetapi tetap harus dilakukan, berkenalan dengan rumitnya administrasi dan lainnya.
Semua hal itu pasti akan tertancap dalam kenangan, namun lambat laun akan hilang juga. Di situlah sebenarnya pentingnya blog.
Sayangnya di masa itu, mengakses internet bukan hal yang mudah. Punya laptop juga belum tentu bisa dengan mudah terhubung dengan internet. Alhasil kenangan yang ada pada masa itu belum sempat saya arsipkan.
Jadi intinya, blog punya fungsi sebagai arsip digital dimana kita bisa mengingat momen-momen penting yang pernah dialami, bukan hanya melalui tulisan semata, namun juga dalam bentuk foto maupun video.
Mengapa Tidak Menggunakan Media Sosial?
Di atas adalah foto saya bersama rekan-rekan guru Bahasa Inggris dari beberapa sekolah Petra. Seingat saya, foto ini diambil setelah kami selesai rapat dan lagi gabut.
Jadi, guru harus memiliki blog karena beberapa alasan, antara lain sebagai arsip digital, sarana untuk berbagi dengan orang lain serta sebagai portofolio.
Blog bisa menjadi arsip digital yang sangat berguna untuk para guru, seperti menulis pengalaman mengajar, praktik baik, pengalaman unik atau sekedar menyimpan kenangan dengan tempat mereka bekerja.
Blog juga bisa sebagai sarana komunikasi yang baik, seperti membagikan ide mengenai metode pembelajaran, isu-isu pendidikan terkini atau sekedar opini. Dengan kolom komentar, rekan guru lain bisa saling mengomentari dan terjadilah komunikasi tertulis yang seru layaknya berbalas surat. Kata Bapak Eka Budianta, budaya mengirim surat adalah ciri masyarakat sehat.
Selain itu, karena memang berbasis artikel, 'bermain' blog juga bisa meningkatkan kemampuan menulis para guru yang mana itu sangat dibutuhkan dalam kehidupan mereka sebagai duta literasi, setidaknya bagi anak didiknya.
Lantas, kenapa tidak memakai media sosial? Bukankah jauh lebih efektif menggunakan media sosial jika tujuannya untuk berbagi konten? Demikian pula jika alasannya ingin berbagi konten yang menarik, media sosial justru punya banyak fitur yang sangat mendukung hal itu?
Saya sendiri bukan seorang yang konservatif dalam hal ini, dalam artian sayapun juga punya media sosial, khususnya LinkedIn dan Instagram. Namun tetap sebagai guru saya menyarankan teman guru lainnya untuk memiliki blog selain juga media sosial.
Alasannya cukup logis, setidaknya bagi saya. Taruhlah kata Instagram atau Pinterest. Dua platform tersebut cenderung ramah untuk konten berbentuk visual, seperti infografis, foto atau gambar. Lalu artikel atau tulisan? Saya rasa tidak.
Twitter (sekarang X) dan Threads juga bagus karena punya interface yang lebih sederhana serta memang merupakan platform mikroblog, tetapi ada batasan jumlah karakter, sehingga jika tidak terbiasa membuat utas, akhirnya malah bingung.
Youtube dan Tiktok juga bagus dan sedang naik daun, tetapi lebih cocok untuk konten berbentuk video, seperti dailyvlog, podcast ataupun dokumenter.
Blog, entah itu di Medium, Tumblr, Blogspot atau Wordpress, benar-benar dibuat untuk menulis dan bercerita. Tidak ada batasan kata, semua bisa terarsip secara terstruktur, mudah dibagikan kepada khalayak serta mendukung konten berbentuk visual juga.
Mungkin satu-satunya media sosial yang paling mendekati platform blog adalah Facebook. Tetapi rasanya pengaturan di Facebook terlalu ribet. Jadi tetap lebih enak memang menulis di platform blogging.
Bukankah Blog Makin Tidak Populer, Khususnya untuk Generasi Alpha dan Gen Z?
Di atas adalah salah satu murid saya, generasi z, yang saat artikel ini ditulis mungkin sudah kuliah. Anaknya kalem tetapi selalu mengerjakan tugas dengan baik. Dia dan teman-temannya pasti lebih suka menggunakan Instagram atau Tiktok daripada Wordpress, Joomla, apalagi Medium.
Tidak masalah jika memang popularitas pegiat blog atau disebut bloger semakin sedikit karena kalah dengan media sosial, namun yang terpenting adalah konten-kontennya. Apakah menulis atau membuat konten di blog sudah sesuai dengan tujuan saya? Jika sudah, maka tidak perlu memusingkan betapa langkanya para bloger nantinya. Toh, kesempatan untuk berbagai ide melalui blog sama besarnya dengan melakukannya via media sosial.
Jadi, kiranya demikian tulisan saya kali ini. Setuju? Puji Tuhan. Tidak setuju? Tidak masalah. Jika memang main blog makin membuat Anda sebagai guru terbeban, ya sudah. Seduh kopimu, buka jendelamu, ayo nikmati dunia dengan apa yang Anda bisa. Sekian. Soli Deo Gloria.
18 komentar untuk "Kenapa Guru Harus Memiliki Blog?"
Sejatinya BLOG dan menulis itu adalah LEGACY. Pun bisa menjadi referensi saat kedepannya nanti ada yang mencari sumber informasi akan satu atau banyak hal yang ingin diketahui. Gak terbayangkan jika tak ada seorang pun yang mau menulis. Bakal seperti apa ilmu pengetahuan itu terbang bersama perubahan zaman.
BTW, mengajar itu candu ya Mas Adi. Saya pun bertahun-tahun menjadi guru. Sejak umur awal 20an hingga sudah menjejak golden age. Bertemu, bertatap muka, dan membagi ilmu tuh seperti sudah mendarah daging.
Banyak yang ngeremehin public speaking di depan anak-anak, padahal anak maupun orang dewasa sama sulitnya. Ada seni tertentu yang harus digunakan agar guru dan murid sama-sama nyambung
Eniwei, saya setuju, setiap guru harus punya blog
Karena blog melatih kita berpikir secara struktur
Menulis blog menjadi sebuah tempat berbagi yang paling nyaman. Aku juga jadi kangen tulisan blog yang organik seperti ini. Layaknya diary digital yang bisa 'mengenal' sang pemilik blog dari aktivitas sehari-hari.
Ini seru banget.